Hari berganti hari. Aku masih disibukkan dengan baby Zaki dan antar jemput Iq. Jika sore tiba, kami jalan ke Kolej 9, untuk beli lauk pauk guna makan sehari. Seperti hari-hari sebelumnya, sore itu, kugendong Zaki dan kutuntun Iq, menyusuri jalanan yang turun naik menuju Kolej 9. Bercanda sepanjang jalan, meringankan langkah yang kian hari kian terasa berat. Sampai di depan lapangan futsal, aku sama sekali tidak melihat lubang besar di depanku. Maka aku pun terjerembab. Disaksikan beberapa pasang mata, yang bukannya menolong malah tersenyum kegelian, kurasakan wajahku memanas. Pasti merah nih pipi! Huuuffft! Kuusahakan berdiri secepat mungkin, dan kucoba untuk berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Kulirik sebentar orang-orang yang beberapa detik menghentikan langkah atau kendaraan mereka, dan kembali kuajak Iq bercanda. Agak bingung Iq melihat roman mukaku. Duuuh, sayang! Mama maluuuu! Hiks...
***
Pulangnya, kami mendapat tumpangan dari Bu Nurma, yang lebih akrab dengan panggilan bu Bambang --seseorang yang di hari-hari berikutnya menjadi sahabat karibku--
Alhamdulillah.
Malam itu dan malam-malam berikutnya, aku mulai terbiasa dengan rutinitas. Dan kembali merasa biasa, dengan kesendirian.
Hingga suatu pagi kudapati tubuh Zaki demam. Tinggi sekali. Aku mulai sedikit panik. Kuutarakan kesulitanku kepada bu Agung. Beliau mengajakku ke rumah Bu Marwan, istri student yang di sini bekerja sebagai dokter di klinik milik orang Melayu. Zaki diperiksa. Suhu tubuhnya mencapai 38.7 derajat celcius. MasyaAllah, Nak! Zaki nampak mulai lemas. Ia tak seceria biasanya. Hanya sesekali saja ia bergerak, tak lagi aktif seperti sebelumnya. Aku menangis. Rabb, sembuhkanlah anakku. Malamnya, demam Zaki makin tinggi. Kugunakan metode kangguru untuk mengurangi demamnya. Kumasukkan ia ke dalam pakaianku dan kupeluk ia erat. Kurasakan panas badannya mengalir ke tubuhku. Ayo Sayang, transferlah panas tubuhmu ke mama dan ambillah dingin tubuh mama. Cepat sembuh, Sayang. Kuciumi ia berulang kali. Sesekali rintihannya terdengar. Duh Gusti, tak sanggup rasanya hamba melihat tubuh kecil itu tersiksa demam.
Malam berlalu sangat lambat.
***
Selepas subuh, kuperiksa kembali tubuh Zaki. Masih demam. Sementara Zaki tertidur kulakukan tugas harian a la ibu rumah tangga. Menyapu, mengepel, mencuci dan memasak untuk sang buah hati. Begitu matahari mulai nampak, kembali kudatangi rumah bu Agung. Aku meminta informasi tentang jalan menuju klinik. Bu Agung langsung tanggap. Beliau meminta tolong kepada Pak Lalu, seorang student asal Lombok yang juga menetap di Malang. Tanpa banyak pertimbangan, Pak Lalu mengantar kami ke klinik. Zaki dengan baju hangatnya sesekali menangis dalam pelukanku. Sementara Iq tak bersekolah hari itu.
Sesampai di klinik, pak Lalu mengurus semuanya. Diberikannya kartu berobat kepada petugas yang nampak cekatan menangani pasien dengan demam tinggi. Tak sampai lima menit, kami sudah berada di ruangan dokter. Dokter meminta aku membaringkan Zaki ke tempat tidur. Beliau menyarankan agar aku melepas baju hangatnya, dan menggantinya dengan baju tipis, supaya hawa dingin dari luar bisa ikut meredakan panas Zaki. Kulihat sang dokter mengambil air dingin lantas mengusap kepala Zaki. Suster tak ketinggalan, membantu memasukkan obat melalui anal anakku. Aku sedikit surprise dengan penanganan demam di negeri ini. Tak mau penasaran aku pun bertanya. Lalu dokter pun menerangkan dengan perumpamaan. Bahwa demam ibarat air panas dalam cerek. Jika kita rendam ia dengan air dingin, maka air tersebut juga lebih cepat dingin. Itulah mengapa anak yang demam diusap kepalanya dengan air, supaya air dingin tersebut bisa membantu menurunkan demam yang berasal dari tubuh si anak. Bahkan, anak demam sebaiknya tetap dimandikan, dengan tidak berlama-lama tentunya. Dan baju hangat sungguh tidak boleh digunakan pada anak demam, karena hanya akan membuat si demam terus bertahan di tubuh anak. Ih, berarti selama ini salah dong ya... wah wah!
Subhannallah, begitu keluar dari klinik, suhu tubuh Zaki dah kembali normal. Keringat keluar deras dari tubuhnya, Alhamdulillah Ya Rabb! Kuucapkan terima kasih kepada pak Lalu dan bu Agung. Alhamdulillahi robbil 'aalamiin...
No comments:
Post a Comment