Wednesday, December 1, 2010

Surga di mana-mana

Mendung menggantung di langit Skudai. Sepi. Musim liburan kampus membuat hati saya nyeri. Terlebih ketika kami harus berpindah sementara dari zone nyaman ini... Ah!

Sabar! Yup! Kata itulah yang harus baik-baik saya patri dalam hati, lantas saya implementasikan dalam sikap diri. Saya yakin, ketika nanti sudah terlewati, semua akan seperti masa-masa sebelumnya. InsyaAllah, semua akan baik-baik saja. Akan banyak kebahagiaan, akan banyak tawa. Akan banyak cerita berbeda. Jika pun ada tangis di sela-selanya, itu wajar saja. Karena, inilah dunia.

Saya mau cerita apa sih? Serius sekali nampaknya...
Benar. Ini memang sesuatu yang serius. Hampir tiga tahun kami tidak pulang kampung. Terakhir kami pulang sebelum lebaran 2008. Dan ternyata ini telah mempengaruhi jiwa saya. Merasa sudah nyaman tinggal di sini, berjualan kue sehari-hari... mengantar jemput anak-anak ke sekolah, menuntut ilmu di forum-forum Islami, membuat saya menemukan kenyamanan berbeda, yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya. Kata seorang kawan, "Hidup di sini seperti pura-pura. Tidak nyata. Seperti di surga."
Pernyataan itu saya rasa banyak benarnya. Meski tumpuan utama ekonomi kami adalah dana beasiswa, namun harga-harga yang nampak murah membuat kami tak banyak berpikir ketika mengeluarkan biaya. Berbeda di negeri tercinta. Menurut cerita salah seorang kawan, semua berasa mahal. Ah, bagaimana saat kami di sana? Tiba-tiba saya merasa rasa yang sama, bertahun lalu.

Saat itu saya masih di kota kembang, bekerja sebagai seorang Asisten Direktur. Setiap pagi saya berangkat pagi menuju kantor tercinta. Tinggal di ruangan ber-AC, dilayani, bekerja dengan riang dan ringan, saya merasakan surga. Saya berkata, inilah dunia saya sesungguhnya! Saya mencintai data, menyukai angka-angka, selalu merindukan kata-kata yang harus dirangkai menjadi sebuah laporan kerja. Saya senang dengan semuanya. Saya memiliki kawan-kawan yang sepaham, yang selalu menyuguhkan keceriaan... Lalu, kecintaan saya kala itu, membuat saya merasa takut kehilangan. Saya takut keluar dari lingkup nyaman itu. Maka saya pun mencari segala cara, untuk berdiplomasi ketika keluarga tercinta menawarkan kehidupan yang berbeda.

Tapi ternyata, di sini, saya bisa mendapatkan kenyamanan serupa. Meski kondisinya berbeda, tak ada angka-angka dalam lembaran kerja, tak perlu menyajikan data, tak diharuskan membuat laporan kerja, saya, dalam dunia baru ini juga bekerja dengan riang dan ringan. Saya pun merasakan surga. Browshing resep baru lantas segera dicoba, dilempar ke pasaran dan diminati kawan, pergi ke kedai mengantar kue setiap pagi... menyetir kendaraan sendiri --sesuatu yang tak pernah saya sangka sebelumnya--, menerima gaji hampir setiap hari, memiliki banyak kawan dan sahabat yang menyayangi saya dengan sepenuh cinta...

Ahhhh, saya mendesah panjang. Saya penuhi paru-paru dengan oksigen sebanyak yang saya bisa. Saya merenung. Saya berpikir.

Allah...
Maka nikmatMu mana lagi yang bisa hamba dustakan?
Sesungguhnya, setiap episode kehidupan... di mana pun kita berada, nikmat Allah senantiasa menyertai. Pengalaman saya, ketika kita mempunyai niat baik, lalu kita paparkan dalam doa, kita implementasikan dalam kerja nyata sebaik yang kita bisa, kita akan menemukan sebuah dunia yang begitu pantas untuk dicinta. Kita akan merasakan kenyamanan. Kita akan merasa kebahagiaan. Dan disanalah surga kita...

Maka Allahku,
ketika kenyamanan itu sudah memeluk erat hati hamba,
jangan biarkan hati ini condong hanay kepada urusan duniawi...
hingga hamba melupakan sisi ukhrowi, yang seharusnya hamba jaga keseimbangannya.

Maka Rajaku,
Ijinkan hamba untuk selalu bisa melakukan yang terbaik, bagi dunia dan akhiratku,

aamiiin ya Rabb...

*Bersiap menuju negeri tercinta... Indonesia!