Monday, March 14, 2011

Sepuluh Tahun Penuh Cinta

Alhamdulillah... 9 Maret tahun ini, tepat 10 tahun kami diikat dalam perjanjian agung nan suci. Sepuluh tahun lalu, lepas maghrib... saya berdebar menantikan kehadirannya yang tak kunjung jua, menepati janji masa kedatangannya. Harusnya, pukul 18.30 kami disandingkan di depan penghulu, diihadapan ayahanda saya sebagai wali dan saudara sebagai saksi. Sayangnya, kala itu... hingga waktu yang disepakati, Mas Satria tak kunjung datang. Kami cemas... khawatir... dan ada sedikit rasa takut dihatiku.

Melihat rautku, Bapak mendekat dan membisikkan sebuah kalimat penenang, "Nduk... sabar ya. Sampai akad dilafazkan, saat ini dia belum menjadi jodohmu. Jadi, jangan berharap penuh akan kehadirannya. Jika pun Mas Satria tidak datang, Ar harus tenang dan ikhlas..." Saya mengangguk. Antara yakin bahwa dia akan datang dan kebimbangan, saya menundukkan wajah. Beberapa kali mata saya tertuju pada jam dinding warisan buyut saya, yang berdetak manis di ruang tengah rumah kami.

Lima belas menit berlalu, tak juga ada tanda-tanda kedatangan sang calon pengantin pria. Bahkan hingga waktu beranjak setengah jam berikutnya. Astaghfirullah... saya beristighfar. Para tamu mulai tak tenang. Mereka saling bergumam.

Bersyukur kepada Allah, beberapa menit lepas pukul tujuh, datanglah sang calon mempelai pria seorang diri saja. Para saksi dari pihaknya sudah datang sedari tadi.

Mas memohon maaf. Rupa-rupanya, mobil kakak iparnya yang ia tumpangi pecah ban, di tempat sepi, di mana dia harus berjalan mencari taksi. MasyaAllah... betapa besar ujiannya untuk memenuhi janji.

Maka, akad pun segera dilangsungkan. Bapak menjabat tangannya erat, melafazkan barisan kata2 yang saya sendiri masih tak percaya itu atas nama saya. Dan Mas Satria *yang sudah berlatih sebelumnya, :-) * menjawab dengan lantang. Alhamdulillah, cukup sekali, kami dinyatakan sah menjadi suami istri. Saya cium tangannya dengan takzim...

Tangan kekar yang akan mengayomi hidup saya selanjutnya.
Tangan yang harus bekerja keras memenuhi segala kebutuhan dan keinginan saya dan anak2 saya kemudian,
Tangan yang juga demikian lembut, membelai rambut saya ketika saya hendak tidur.

Dan saya,
kini semakin menyukai... sentuhan lembut tangan itu di pipi saya, ketika saya terlelap.

Mas...
percayalah...
selelap apapun ar, selalu dapat merasakan sentuhan lembut punggung tanganmu, dipipiku...

I love U, Mas...
semoga Allah senantiasa mengikat hati kita, kemarin... hari ini, esok, selamanya... insyaAllah hingga di jannahNya, aamiiin...