Tuesday, February 14, 2012

Allahku, Mudahkanku Menjaga AmanahMu

Kolej Perdana, pagi hari

Sudah lima hari Mas pulang ke Indonesia. Dan hari-hariku pun menjadi sangat sibuk. Waktu tidur berkurang, rumah tidak bisa terhandle dengan baik seperti biasanya, dan masak? Kadang iya kadang beli.

Ternyata kehadirannya begitu berarti buatku. Meski tak selalu di sisi, tapi seperti ada semangat yang hilang hingga aku tak bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah ini seperti biasanya.

Pagi tadi.
Allah kembali mengingatkanku untuk menjaga buah hati kami lebih baik lagi.

Seorang ibu memanggilku.
Berkata dengan sedikit gugup karena rasa tak enak di hati. Aku mafhum. Pasti aku pun akan merasakannya jika hendak menuturkan sesuatu yang sulit.

Sang Ibu bercerita bahwa ada bagian mobilnya yang hilang.
Kutanya apa Thariq merusakkannya, beliau jawab, bukan.
Kutanya apakah sebelumnya sudah agak terlepas, beliau jawab, iya benar.

Lalu katanya, Thariq mengakui bahwa bagian mobil itu jatuh di sekolah agama berhari lalu.
Ibu tersebut meminta Thariq mencarinya. Sayangnya, benda tersebut tidak ditemukan.

Menurut pengakuan sang Ibu, benda tersebut tidak dijual di toko lagi. Tapi bisa dipesan. Harganya ada yang bilang RM 30, RM 80, dan juga mungkin RM 100.

Kutanya, "Lalu mau Ibu bagaimana?"

"Terserah, Mbak Ary." Jawabnya, masih dengan wajah tak nyaman.

"Baiklah, saya akan cerita ke Mas. Biar Mas yang ngobrol sama suami Ibu. Gimana?"

"Ngga usah. Saya bercerita seperti ini saja sudah lega, kok."

"Ehm, nanti saya akan tetap cerita ke Mas. Biar Mas yang ngobrol dengan suami Ibu pemecahannya bagaimana, ya."

Lalu Ibu tersebut menambahkan cerita. Bahwa anak-anakku pernah meminjam pompanya, dan tidak dikembalikan. Jadi kalau misalnya ada di rumah kami, dia minta tolong untuk dikembalikan karena ban sepedanya kempes.

Astaghfirullahal adziim...

Untuk kisah yang pertama, meski aku bingung menanggapinya, aku masih terbuka menerimanya. Jika pun harus kami ganti, kami akan menggantinya. Tapi soal yang barusan, hatiku tidak bisa menerimanya.

Kukatakan padanya bahwa di rumah kami, kejujuran dijunjung tinggi. Tak boleh berdusta. Apalagi mencuri. Jangankan pompa yang sebesar itu, mainan atau sapu tangan milik orang yang tertingal di rumah kami akan kami kembalikan. Kami memang bukan orang kaya, tapi kami tak pernah mencuri. Naudzubillah.

"Mbak harus tahu, bahwa saya mengajarkan anak-anak saya untuk jujur. Insya Allah, mereka sudah tahu itu. Dan pompa itu, benar-benar tak ada di rumah kami. Mbak harus ingat itu baik-baik!"

Nada suaraku bergetar. Tanda harga diriku diusik.

Allahu...
Jagalah keluarga kami dari sifat yang buruk.
Dari berbohong. Dari segala dosa besar.
Jauhkan kami dan anak cucu kami dan berbuat dzalim kepada orang lain. Dan lindungilah kami dari kedzaliman orang lain.

Kususuri jalan setapak menuju apartemen dengan hati masygul.
Aku akan mengadu padaMu, Tuhan...
Kuyakin, Engkau Tak Pernah Tidur mengawasi makhlukMu.
Tunjukkan yang benar itu benar dan yang salah itu salah.
Ampunkan dosa kami, Allah...

Mampukan kami, dan angkatkan derajat kami, aamiin...

*dalam titik air mata.
Tuhan, kutahu dosaku begitu bertumpuk. maka ampunkan aku.
Semoga kesabaran ini menjadi tabungan amalku yang akan memperberat timbangan kebaikanku, aamiin...

Wednesday, October 12, 2011

Semoga Istiqomah

Kulihat Thariq dan Zaki sedang makan sendiri. Dengan nasi, sup udang oyong dan tahu mereka makan. Hari ini kembali kumulai untuk lebih memperhatikan anak2ku. dengan memasak makanan untuk mereka, meski sederhana. semoga istiqomah. aamiin.

Saturday, October 8, 2011

ayam ada roda ya

Zaki: "Maa, ayam ada roda, ya?"
Mama: "Hah? apa sayang?" #kaget
Zaki: ayam ada roda ya? ini rodanya... #sambilnunjuk tulang kaki ayam yang mirip roda
mama: wkwkwkwkw

Zaki: maa, semua di dunia ini mau kaya ya?
mama: iya sayang
Zaki: makanya kalau kita beli harus bayar.
Mama: ????

Thursday, August 25, 2011

Farid --Bab II--

Sebulan lalu... *hmm, dah sebulan yaa... cepet bengat*

Mama sedang ngejar khatam kedua, anakku...
sekarang, setiap mama melihatmu, mama bersyukuuuurrr sekali. Allah berikan kamu kesempurnaan, sayangku.

melihatmu minum ASI dengan lahap, hati mama bersyukur...
melihatmu tersenyum saat tidur, mama terharu...

dan melihatmu muntah karena kebanyakan minum atau karena ngga bisa sendawa, hati mama menangis.

ah, Nak...
semoga Allah mudahkan semua perkembanganmu.
senantiasa sehat ya sayangku...
tumbuhlah menjadi anak shaleh yang selalu sehat.
semoga Allah selalu menjaga fitrahmu dan kedua abangmu...

mama mencintaimu, sayang...
kamu adalah bagian terindah dalam hidup kami...

Zaki dan Indonesia Raya

Seminggu ke belakang, Zaki (4 tahun 11 bulan) senang dengan lagu Indonesia Raya. Lagu yang didapat pertama kali dari suara bang Iq itu sepertinya cukup menarik hatinya. Ia pun tanpa malu-malu menyanyikan lagu kebangsaan tanah air tercinta itu.

Dan, ketika ia mulai menyanyi, maka berbagai pertanyaan pun meluncur dari mulut mungilnya.

Zaki: "Waah, abang bilang cinta-cinta ihhh!" serunya usil saat bait "Tanahku Negeriku yang kucinta..."
Thariq: "Eh, ngga papa lah de, kalau cinta untuk negara memang harus!" --sedikit membentak--
Zaki: "Owh...!"

Zaki: "Ma, kenapa kita harus cinta Indonesia?"
Mama: "Karena kita orang Indonesia, de..."
Zaki: "Iya, tapi kenapa?" --belum puas dengan jawaban mama--
Mama "Ehm... --mikir-- ya, kasihan lah de, kalau ngga ada yang cinta..." --ngarang, hiks... gimana coba jawabnya? hu hu hu--

Zaki: "Bang, badannya Indonesia harus dibangun ya?" --saat mendengar syair Bangunlah badannya--
Thariq: --diam, no comment--

hihihi... susyeeehhhh deh pertanyannyaaaa...


Sunday, July 10, 2011

Zaki, Panglimaku!

Dear Zaki,

Akhir-akhir ini, kamu sedang dekeet banget sama abangmu, Nak! Ke mana abang pergi, kau akan ikut bersamanya. Jika abang sekolah, kamu nampak sedih. Apalagi kalau abang lagi ijin main keluar.

Maafkan mama, ya Nak. Belum bisa mengajarimu main di luar rumah. Maafkan atas ketidaknyamanan rasa hatimu karena mama memang tidak pernah mengajarkanmu main bersama kawan2mu di luar sana.

InsyaAllah mama akan segera melakukannya, Nak...

Zaki, sekarang kamu sedang 'ngecuprus', ngomong apa saja dengan abangmu. Sesekali abang menyahut dan menjawab, lebih sering diam... sibuk dengan tivi dan pikirannya. Tapi kamu tak pernah penat untuk terus berbicara.

Mama senang, Nak. Waktu kemarin di jusco mama kelelahan dan meminta abangmu queue depan kasir, kamu menemani abangmu. Mama tengok, kalian berbincang layaknya orang dewasa. Sesekali tertawa lepas, seru sekali.

Zaki, kamu adalah panglima mama.
kamu selalu berusaha untuk menjaga mama.]
setiap hari, adik baby dalam perut selalu kaulimpahi dengan doa2mu untuk kebaikannya...
kamu juga selalu ingat saudaramu. Jika mama belikan sesuatu, pasti kamu minta dua, satu untukmu dan satu buat abangmu.
Kamu juga selalu berdoa jika ada sesuatu yang membuatmu resah. atau ada permintaan di hatimu.

anakku...
mama yakin, setiap anak memiliki keunikan sendiri...
jangan pernah takut menghadapi dunia ya nak...
jika orang sudah mengenal abangmu atas prestasinya,
mama yakin, kamu juga akan berprestasi dengan caramu...

mama sayaaaaang sama Zaki...
tumbuhlah membesar, sehat, sempurna dan kuat, Nak...
semoga Allah selalu menjaga fitrahmu dan mengajarimu dengan ilmuNya yang Maha Luas...

cinta mama selalu di nadimu,

with Luv, mama

Tuesday, June 28, 2011

Tak Perlu Kuntum Mawar Itu

Kolej Perdana, menjelang pagi.

Aku terbangun dengan darah di gusi akibat bengkak dari desakan gigi baru, yang tak kunjung mereda. Kucari si ayah di kursi kerjanya. Kosong. Kulihat lampu ruang tengah dan dapur juga mati. Kulongokkan kepala ke kursi di ruang tamu. MasyaAllah, suamiku sedang tertidur di kursi. Seperti biasa, dengan buku tebal terbuka di tangan.

Kusentuh ujung kakinya.
"Yah, bangun. Ada darah lagi!" seruku sedikit panik.

Jika sakit aku memang suka parno, takut berlebihan. Dan ini menurun persis pada sulungku. Kaget, ia terburu-buru menuju kamar. Dilihatnya bantalku. Sejurus kemudian, "Mama kumur air es, ya!" ucapnya. Aku mengangguk pasrah.

Dalam hitungan detik ia sudah mondar mandir menuju lemari es sembari membawa segelas air putih. Mengecek thesis di kamar. Mengecek air putih lagi. Begitu terus. Sampai akhirnya ia datang kepadaku membawa setengah gelas air dingin. Aku berkumur. Masih berdarah. Wajahnya nampak khawatir. Kembali ia ke depan lap top, mengecek thesis.

Kulihat botol obat cina untuk sakit tenggorokan dan gusi bengkak. Aku menghampirinya.

"Yah, ini boleh dipakai, ga?" tanyaku, tak seberapa jelas karena gusi yang membengkak.

"Kalau Mama merasa pahit, dipake kumur aja, ya!" jawabnya. Aku kembali mengangguk.

Suamiku itu pun segera menyiapkan air kumur ditambah sedikit obat. Aku kembali berkumur.

"Dah, sekarang Mama tidur. Di sini aja, nanti Ayah tungguin," katanya.

"Di sini panas, Mama mau tidur di kamar depan." Sahutku sembari beranjak pergi, menuju kamar depan.

Pagi itu aku pulas, gusiku tak lagi mengeluarkan darah. Alhamdulillah.

***
Menjelang Subuh. Aku terbangun, berkumur. Kembali ada sedikit darah, jauh berkurang dari sebelumnya. Si ayah memandangku cemas.

"Masih berdarah, Ma?" tanyanya. Ia masih duduk di depan lap top, mengetik. Aku mengangguk lemah.

"Nanti kita ke dokter, ya!" lanjutnya. Lagi-lagi aku mengangguk.

Pagi itu, aku menyiapkan sekolah Thariq seadanya. Meski gusi dan gigiku tidak sakit, tapi semangatku sedang terpuruk. Malas melakukan apapun. Lima menit menuju pukul tujuh, Thariq berangkat. Mas beranjak dari kursinya, menuju dapur.

Aku duduk di dekat dapur, memperhatikan setiap gerakannya.
Tangannya cekatan menggoreng tempe, menyiapkan bumbu dan membuat sambal tempe. Kompor satunya digunakan untuk merebus air, membuat bubur.

"Mama makan bubur aja, ya. Ayah buatkan," katanya, "Mana santan, Ma?"
Kuserahkan santan dalam kotak kepadanya. Lalu ditambahkannya dua biji telor, sejumput garam dan dibiarkan bubur sejenak di atas api sementara ia makan.

Lelakiku.
Duduk di lantai, dengan cobek didepannya penuh berisi sambal tempe. Sepiring nasi di tangan kirinya. Tak lama, ia pun larut dalam suapan demi suapan. Terasa nikmat.
Ada haru menyeruak di hatiku. Kini aku tak lagi memerlukan mawar merah yang selalu kuminta tiap kali kita membahas soal romantisme. Sikapmu adalah hal termanis. Paling romantis. Melebihi sekuntum mawar atau sekotak coklat mahal!

Di tengah kepusingannya mengerjakan thesis dan tambahan tugas dari sang profesor, ia masih begitu perhatian hingga sempat membuatkanku setengah panci bubur.
Ia juga tak pernah protes terhadap apa pun yang kumasak. Seringkali jika makanan sudah habis olehku dan anak-anak, karena ia selalu terlambat pulang, tanpa banyak cakap ia menggoreng telor atau tempe sendiri.

Ia begitu mengertiku.

Maafkan aku, sayang.
Sungguh, aku beruntung menjadi istrimu. Maafkan aku yang belum bsia sempurna menjadi perempuanmu, Mas.

Tapi yakinlah, bahwa aku selalu berusaha untuk itu.

Semoga Allah mengekalkan cinta kita hingga JannahNya, aamiin...