Saturday, October 4, 2008

Takuk Kadei...

Setelah dua tahun lebih saya bersamanya, merawatnya, mendidiknya, mengasihinya setulus hati, memenuhi kebutuhannya, baru beberapa hari lalu saya merasa bahwa ia demikian mendambakan kehadiran saya. Bahwa ia sangat membutuhkan saya lebih dari segalanya.

Seminggu lebih yang lalu.
Kami sedang bermain bersama di kamar, menjelang tidur malamnya. Tiba-tiba mata saya tertuju kepada kabel AC yang telanjang dan keluar begitu saja dari balik dinding kamar. Kabel yang lama tak terperhatikan dan berdebu tebal itu pun saya bersihkan dengan lap pel. Sembari membersihkan, saya berkomentar, "Hehehe... berdebu, kayak berbulu ya Bang...!" Si abang menanggapinya dengan terbahak. Ia cukup geli dengan kalimat saya. Namun rupanya berbeda dengan sang adik. Ia langsung menjerit ketakutan. Ketika saya gendong, tak seperti baisa, ia pun bersembunyi di balik pelukan saya. Kakinya dimasukkan ke dalam pelukan saya. Ia benar-benar ketakutan. Dan malam itu, ia tak mau tidur di kamarnya. Ia memilih tidur di kamar kerja si ayah meski keringat mengucur dari keningnya akibat kepanasan tak ada fan.

Dan saya betul-betul menyesal. Jika saja waktu dapat saya putar ulang, saya pasti tak mengucapkan kata-kata itu. Astghfirullahal adziim... Sebagai seorang muslim, saya tak boleh berandai-andai, karena itu pekerjaan syetan. Yang harus saya lakukan adalah menetralisir ketakutannya.

Maka, esoknya, adik yang masih ketakutan terus saja di gendongan saya. Dan tentu, aktivitas rumah tangga pun saya abaikan. Beruntung, si ayah membantu, meski ia sedang sibuk berat hingga berhari-hari tidak tidur malam.

Setiap hari saya berikan kekuatan kepadanya. Lewat kata-kata lembut di telinganya saya bisikkan bahwa ia adalah anak yang kuat, pemberani. Kabel itu benda mati. Ia baik. Tidak akan melukai adik. Abangnya juga menyemangatinya dan bilang, "Adik jangan takut kabel. Takut itu hanya sama Allah, ok?"

Sebentar ia terlihat mulai berani, tapi kemudian histeris lagi dan memeluk saya rapat sambil berteriak, "takuk kadeiiiii...!"
Pada malam kedua, ketika ia masih juga sering histeris, saya menangis. Terus saya bisikkan kalimat yang sama. Memotivasinya agar ia bisa membuang rasa takutnya. Doa pun saya alirkan untuknya. Memohon kepada penguasa dirinya, Allah Yang Maha Berkuasa, agar membuang rasa takut yang berlebihan di hatinya.
Saran Mbah Halim, ayah saya, agar mengirimkan Al Fatihah untuk Nabi dan adik pun saya ikuti. Jika malam menjelang, saya bacakan ayat kursi dan ayat pelindung serta doa-doa yang tercantum di al Ma'tsurat untuknya, seperti yang sudah saya lakukan ketika abangnya kecil.

Dan Alhamdulillah, sekarang adik sudah lebih baik. Ia sudah mau bermain sendiri. Dan ia juga sudah mulai berani seperti dulu meski kadang ia masih juga bilang, "bye kadei.. adik ngga takuk kadei..!" Hehehe, sekedar memberanikan diri sendiri. Alhamdulillah...

No comments: